Binamuda.id. Ciamis, (15/1/2025), Dalam semangat harmoni sosial dan keberagaman, Program Pascasarjana Universitas Darussalam (UID) Ciamis menyelenggarakan outing class yang bertema “Epistemologi Pendidikan Multikultural: Pilar Keharmonisan Dunia.”
Kegiatan ini berlangsung di Kampung Lebak, Kampung Kerukunan Ciamis, sebagai bagian dari upaya memperkuat pemahaman dan praktik pendidikan multikultural dalam bingkai keberagaman.
Acara ini menjadi momentum berharga bagi mahasiswa untuk belajar langsung dari pengalaman lapangan. Dalam kunjungan ini, para mahasiswa berdialog dengan berbagai tokoh lintas agama yang memiliki pengalaman dan wawasan mendalam tentang keberagaman.
Tokoh Khonghucu, Andi Sanjaya, menyambut para mahasiswa di Litang, berbagi tentang filosofi harmoni dalam ajaran Khonghucu. Diskusi juga berlangsung di Masjid Mujahidin bersama Ustadz Asep, dan dialog hangat di Kelenteng Hok Tek Bio bersama JS. Widi Priatno, serta di Gereja Santo Yohanes bersma Mas Toro, di mana nilai-nilai toleransi dan keterbukaan menjadi sorotan.
Seminar Nasional: Kolaborasi untuk Harmoni Sosial
Puncak kegiatan ini adalah Seminar Nasional bertajuk “Epistemologi Pendidikan Multikultural dalam Perspektif Agama-agama di Indonesia: Membentuk Keharmonisan dalam Keberagaman” yang digelar di Aula Gereja Santo Yohanes Ciamis. Seminar ini menjadi kolaborasi unik antara akademisi, agamawan, dan aktivis, dihadiri oleh guru-guru agama dari berbagai wilayah seperti Tasikmalaya, Banjar, Ciamis, Pangandaran, hingga Cilacap, serta jemaat Katolik termasuk para suster dari Ciamis dan Tasikmalaya.
Acara dibuka dengan keynote speech oleh Dr. Sumadi, M.Ag, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), yang menyampaikan pemaparan inspiratif tentang “Epistemologi Pendidikan Multikultural: Pilar Keharmonisan di Indonesia.”
Dalam paparannya, ia menekankan pentingnya pendidikan multikultural sebagai sarana membangun kesadaran kolektif akan keberagaman yang harmonis.
Pembicara dengan Perspektif Lintas Agama
Seminar menghadirkan empat pembicara utama dari berbagai latar belakang agama, masing-masing menyampaikan subtema yang relevan:
1. Pastor Mikael Adi Siswanto dari Gereja Santo Yohanes mengupas tentang “Mengintegrasikan Nilai Agama dalam Pendidikan Multikultural: Pengalaman Gereja Katolik.” Pastor Mikael menyoroti peran pendidikan dalam mengajarkan cinta kasih dan toleransi.
2. Ustadz Lukmanul Hakim, Pengasuh Pesantren Darul Istiqomah, memaparkan “Mengintegrasikan Nilai Agama dalam Pendidikan Multikultural: Pengalaman Pesantren,” dengan menekankan bahwa pesantren adalah pusat pembelajaran keberagaman berbasis nilai-nilai Islam.
3. Ustadzah Neneng Hilda Handaniah, praktisi pendidikan Islam dan mahasiswa Program Magister UID Ciamis, membahas “Tantangan dan Kesempatan Pendidikan Multikultural di Era Digital,” menawarkan pandangan kritis terhadap dinamika era teknologi dalam membangun harmoni sosial.
4. Moderator Ustadz Aceng Aminullah, seorang aktivis pendidikan multikultural, memandu diskusi dengan cermat sehingga menciptakan suasana dialog yang interaktif dan mendalam.
Seminar di Simbol Kerukunan: Gereja Santo Yohanes
Seminar ini semakin bermakna karena berlangsung di Aula Gereja Santo Yohanes, yang dengan tangan terbuka menyediakan fasilitas untuk acara.
Dukungan dari jemaat dan komunitas gereja menjadi simbol nyata toleransi dan semangat kerukunan antarumat beragama. Romo Mikael Adiswanto merasa suka cita bersama jemaatnya membersamai para mahasiswa dan peserta seminar yang dihadiri lintas agama.
Dalam refleksi akhir, kegiatan ini membuktikan bahwa pendidikan multikultural adalah fondasi penting dalam membangun harmoni sosial di Indonesia. Kolaborasi lintas agama dan lintas sektor ini menjadi model inspiratif untuk diterapkan di berbagai wilayah lain.
Menurut Ketua FKUB Ciamis Dr. Sumadi, M. Ag., bahwa Kegiatan di Kampung Kerukunan ini tidak hanya mempererat tali persaudaraan, tetapi juga mengajarkan bahwa keberagaman adalah kekuatan yang harus dirawat bersama demi terciptanya dunia yang lebih harmonis.
(Red)