Ende, Binamuda – Theresia Dwiaudina Sari Putri atau yang akrab disapa Dini, tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan mengabdikan hidup sebagai bidan di Desa Uzuzozo, sebuah desa terpencil di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Lulus dari D3 Kebidanan di Surabaya pada 2016, Dini memilih pulang ke kampung halamannya dengan semangat membantu meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak di desa yang memiliki akses terbatas ke fasilitas kesehatan.
Namun, perjalanannya penuh dengan tantangan, termasuk dalam merangkul para dukun bayi lokal demi keselamatan ibu dan bayi.
Dari Impian Menjadi Bidan Hingga Pengabdian di Kampung Halaman
Awalnya, menjadi bidan bukanlah keinginan Dini. Cita-citanya adalah kuliah di bidang seni, namun dukungan dari keluarganya yang ingin ia menempuh jalur kesehatan membawanya ke Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya.
Setelah lulus, tawaran pekerjaan di kota besar ia tolak, karena Dini merasa terpanggil untuk kembali ke Uzuzozo, desa yang minim fasilitas kesehatan.
Pada Maret 2017, Dini resmi diangkat sebagai bidan desa dengan gaji awal Rp1 juta yang perlahan meningkat setiap tahunnya.
Tantangan Medan dan Kolaborasi dengan Dukun Bayi
Mengabdi di desa terpencil tidak mudah. Medan yang terjal dan fasilitas kesehatan yang tidak memadai menjadi kendala utama bagi Dini.
Setiap hari, ia mengendarai motor untuk memeriksa kesehatan ibu hamil, melakukan anamnesa, hingga pemeriksaan kadar hemoglobin.
Namun, kesulitan terbesar yang ia hadapi adalah mengubah kebiasaan masyarakat yang lebih percaya kepada dukun bayi.
Praktik melahirkan di dukun bayi memiliki risiko besar, baik bagi ibu maupun bayi. Menyadari hal ini, Dini mulai mengedukasi para ibu hamil agar bersedia melahirkan di fasilitas kesehatan yang lebih aman.
Namun, ia tidak serta-merta mengabaikan peran dukun bayi. Dengan pendekatan penuh empati, Dini mengajak Theresia Jija, seorang dukun bayi berusia 75 tahun, untuk bekerja sama.
“Saya bilang kita bisa kolaborasi. Saya bantu ibu hamil ketika persalinan dan mama dukun bantu urus anak. Jadi kerja mama juga lebih ringan,” ungkap Dini dikutip MindsetVIVA dari E-Booklet 15th Satu Indonesia Awards, Kamis (31/10).
Strategi kolaborasi ini berhasil menciptakan kepercayaan di kalangan masyarakat, yang kini mulai beralih melahirkan di fasilitas kesehatan.
Prestasi dan Harapan untuk Masa Depan
Perjuangan Dini membuahkan hasil yang nyata. Menurut data pemerintah desa, tidak ada kasus kematian ibu melahirkan sejak Dini bertugas di Uzuzozo.
Kasus stunting yang semula tinggi juga berhasil ditekan berkat edukasi mengenai gizi yang Dini berikan secara rutin.
Tidak hanya melayani ibu hamil, Dini juga aktif dalam kegiatan posyandu dan imunisasi untuk balita serta lansia, di mana ia menyediakan makanan bergizi seperti bubur kacang hijau menggunakan dana desa.
Dini berharap, dengan dukungan dana desa yang lebih besar, Desa Uzuzozo dapat memiliki fasilitas kesehatan yang memadai dan kendaraan operasional yang memadai, mengingat saat ini hanya ada satu mobil pickup desa untuk mengantar ibu hamil ke fasilitas kesehatan. Di tengah segala keterbatasan, semangat dan ketulusan Dini menjadi inspirasi untuk masyarakat Uzuzozo.
Dedikasi Dini dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak di desa Uzuzozo mendapatkan pengakuan melalui penghargaan SATU Indonesia Awards pada tahun 2023. Harapannya ke depan, dukungan dari pemerintah desa terus meningkat untuk memenuhi fasilitas kesehatan yang masih minim. Dengan mobil pickup desa sebagai satu-satunya transportasi medis, Dini tetap bertekad menjalankan misinya, memastikan kesehatan masyarakat desa lebih baik setiap harinya. *ATA