Papua, Binamuda – Di balik kesunyian Kampung Atti di Papua, terdapat perjuangan Diana Da Costa Ati, seorang guru penggerak asal Timor Leste yang mendedikasikan hidupnya untuk memberantas buta huruf.
Sejak 2018, Diana berkomitmen menjadi bagian dari program guru penggerak daerah terpencil, inisiatif Bupati Mappi, Kristosimus Yohanes Agawemu, yang bekerja sama dengan Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (UGM).
Diana bertekad untuk membantu anak-anak Papua agar mampu membaca, menulis, dan berhitung, walau tantangan yang dihadapi sangat besar.
Latar Belakang dan Perjalanan Diana di Kampung Atti
Diana memulai pengabdiannya di Kampung Kaibusene, Distrik Haju, lalu beralih ke Kampung Atti pada 2021 setelah kontraknya diperpanjang.
Tugasnya bukanlah tanpa tantangan. Di Kampung Atti, Diana harus mengajar di sebuah sekolah dasar negeri (SDN) yang minim fasilitas.
Para siswa, bahkan hingga kelas 6, banyak yang belum bisa membaca karena kurangnya akses pendidikan yang konsisten.
Tantangan Sosial dan Lingkungan
Selain masalah fasilitas, Diana juga menghadapi tantangan sosial.
Keberadaan simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah tersebut membuat Diana dan dua rekan guru lainnya, Fransiska Erlyansi Bere dan Oktofianus Halla, berhati-hati.
Perjuangan Diana bukan hanya soal mengajar, tapi juga mempertaruhkan nyawanya.
Bahkan, pernah ada insiden di mana seorang siswa kelas 6 hendak menombaknya karena tidak terima saat dimarahi.
Inisiatif Diana dalam Mengatasi Keterbatasan Fasilitas
Dengan minimnya fasilitas, Diana berinisiatif untuk meminta donasi melalui media sosialnya, memanfaatkan jangkauan internet untuk menggalang bantuan alat tulis, buku, hingga pakaian layak pakai.
Menariknya, Diana tidak menerima uang dari donatur, hanya barang kebutuhan pendidikan untuk siswa-siswanya.
Kadang, ia bahkan mengorbankan sebagian dari gajinya untuk membeli perlengkapan belajar demi mendukung pembelajaran.
Hasil dan Dampak Pengabdian Diana
Hasilnya cukup signifikan. Hingga 2023, 24 anak didik Diana melanjutkan pendidikan ke SMP dan beberapa lainnya mulai dapat membaca dan menulis.
Warga Kampung Atti pun merasa bersyukur atas kehadiran Diana, dan sebagai ungkapan terima kasih, mereka sering mengiriminya bahan makanan lokal seperti singkong, daun ubi, ulat sagu, bahkan daging ular dan buaya.
Kesetiaan Diana pada Kampung Atti membuatnya betah tinggal di Papua. Ia merasa hidup bukan sekadar soal uang atau karier di kota besar, melainkan pengabdian bagi sesama.
Atas dedikasinya, Diana menerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2023, sebuah apresiasi atas perannya dalam mencerdaskan generasi muda Papua.
Perjuangan Diana Da Costa Ati menginspirasi banyak pihak untuk menyadari pentingnya pendidikan bagi masyarakat di daerah terpencil.
Diana menunjukkan bahwa dengan ketekunan, kasih sayang, dan pengabdian, hambatan pendidikan bisa diatasi. Semangatnya menjadi simbol harapan bagi anak-anak Papua yang bercita-cita lebih baik. *AQ